Gambar 1. Swamedikasi (BPOM RI, 2014)
1.1.
Latar
Belakang
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup secara produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan
merupakan elemen penting dalam kehidupan ini yang harus selalu dijaga dan
diusahakan. Swamediaksi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kesehatan masyarakat. Menurut World
Health Organization (1998) pengobatan sendiri atau swamedikasi merupakan
kegiatan pemilihan dan penggunaan obat modern, herbal dan obat tradisional oleh
seseorang individu untuk mengatasi penyakit dan gejala penyakit yang
dialaminya. Menteri Kesehatan RI (1993) juga mendefinisikan swamedikasi sebagai
upaya seseorang dalam mengobati gejala penyakit tanpa konsultasi terlebih
dahulu dengan dokter.
Pada
era globalisasi ini tingkat pemberdayaan masyarakat semakin tumbuh dan
berkembang, hal ini menghasilkan peningkatan pendidikan dan akses terhadap
informasi yang lebih luas. Selain itu dilengkapi dengan meningkatnya kesadaran
dan minat seseorang dalam menjaga dan meningkatkan kesehatan pribadinya
berakibat pada keterlibatan langsung setiap individu untuk memutuskan perawatan
kesehatannya (WHO, 1998). Perkembangan tersebut yang mendorong setiap individu
untuk melakukan swamediaksi. Hal ini dibuktikan dengan data oleh Badan Pusat
Statistik (2009), yang menunjukkan bahwa sebanyak 66% orang sakit di Indonesia
melakukan tindakan swamedikasi sebagai usaha pertama dalam menanggulangi penyakitnya.
Namun
hal yang harus diwaspadai terhadap tingginya angka tersebut adalah kesalahan
dalam penggunaan obat yang tidak tepat karena keterbatasan pengetahuan
masyarakat mengenai obat dan cara penggunaanya. Walaupun terdapat banyak
keuntungan dalam swamedikasi bagi individu itu sendiri karena terkait dapat
mengurangi biaya konsultas medis pasien dengan dokter, namun potensi resiko
dalam swamedikasi itu tetap ada, apabila tidak dilakukan secara baik dan
bertanggung jawab. Peluang resiko tersebut antara lain kesalahan dalam
diagnosis diri (self-diagnosis),
penundaan dalam mencari nasihat medis ketika kondisi diri telah berada pada
status parah dan merugikan, interaksi obat yang berbahaya, salah cara
penggunaan obat, kesalahan dosis obat, pemilihan obat yang tidak tepat, adanya
penyakit berat yang tertutupi (masking of
a severe disease), resiko ketergantungan dan penyalahgunaan obat (Ruiz,
2010). Berdasarkan potensi resiko tersebut maka masyarakat perlu menambah
pengetahuan dan melatih keterampilan untuk melakukan swamediaksi secara aman,
rasional, efektif dan terjangkau. Dalam hal ini masyarakat wajib memiliki dan
memperoleh informasi yang jelas dan terpercaya sebelum menentukan kebutuhan
jenis dan jumlah obat yang hendak digunakan berdasarkan rasionalitas.
Apoteker
adalah seorang yang sangat berperan dan terlibat dalam memberikan nasehat
kepada publik terkait pelayanan kesehatan sehari-hari dan merupakan kunci dalam
penyediaan dan penyerahan obat kepada konsumen di apotek. Sebagai seorang
professional apoteker bersentuhan langsung dengan pasien dan secara kompeten
memberikan nasihat terkait obat dan penyediaanya (Pharmaceutical Group of the
European Community & Association Européene de Spécialités Grand Public,
1993 dalam WHO, 1998). Menurut Departemen Kesehatan RI (2007) apoteker sebagai
salah satu profesi kesehatan sudah seharusnya berperan sebagai pemberi
informasi (drug informer) khususnya
untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Dalam pemberian informasi
tersebut apoteker memiliki peran penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan
petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat
melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada
pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan
obat bebas dan obat bebas terbatas dapat menimbulkan bahaya dan efek samping
yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
Berdasarkan
uraian diatas maka sangat penting untuk diketahui oleh masyarakat bahwa
tindakan swamedikasi harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan
rasional serta bertanggung jawab agar tujuan meningkatkan dan menjaga kesehatan
dapat tercapai, terkait hal tersebut apoteker wajib membantu memberi nasehat
dan pertimbangan terkait pemilihan dan penentuan obat yang tepat sesuai dengan
indikasi penyakit dan kondisi pasien.
1.2.
Tujuan
1.2.1. Memberikan
informasi dan wawasan kepada masyarakat terkait pelaksanaan pengobatan sendiri
atau swamedikasi
1.2.2. Mengarahkan
masyarakat untuk berkonsultasi dengan apoteker dalam menentukan pilihan obat
yang hendak digunakan dalam swamedikasi
1.2.3. Menghindari
dan mencegah terjadinya potensi resiko yang dapat dialami oleh masyarakat dalam
melakukan swamedikasi yang tidak bertanggungjawab.